Kamis, 21 November 2013

Flash HP Nokia Mati Total Menggunakan Phoenix

Flash HP Nokia Mati Total Menggunakan Phoenix

Hay sobat blogger !!
Kali ini saya akan berbagi mengenai Flash HP Nokia Mati Total Menggunakan Phoenix . Cara ini bisa digunakan ketika HP anda mati total atau gagal dalam melakukan flash HP . Cara ini bisa digunakan pada HP nokia S40 dan S60 .
Untuk melakukan Flash HP Nokia Mati Total Menggunakan Phoenix ini silahkan ikuti petunjuk pada gambar dibawah ini : dan jangan lupa baca basmalah 17x jangan nafas,,,,,,,,,hehe( just kidding )

















Silahkan ikuti petunjuk gambar diatas . Sebelumnya silahkan download Software untuk melakukan flash HP Nokia tanpa Flash Box
Sekian artikel untuk kali ini , semoag bermanfaat dan membantu . Sekian dan maturnuwun .

Rabu, 20 November 2013



KEGIATAN BELAJAR 1
Pengertian dan Manfaat Keterampilan Berbahasa
Dalam berkomunikasi kita menggunakan keterampilan berbahasa yang   telah kita miliki, seberapa pun tingkat atau kualitas keterampilan itu. Ada orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal sehingga setiap tujuan komunikasinya mudah tercapai. Namun, ada pula orang yang sangat lemah tingkat keterampilannya sehingga bukan tujuan komunikasinya tercapai, tetapi malah terjadi salah pengertian yang berakibat suasana komunikasi menjadi buruk. Berikut ini Anda diajak mempelajari pengertian keterampilan berbahasa serta manfaat penguasaan terhadap keterampilan tersebut.
A. KETERAMPILAN BERBAHASA
Mari kita perhatikan kehidupan dalam masyarakat. Anggota-anggota suatu masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Secara sederhana komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut.

Seperti digambarkan melalui diagram di atas, si pengirim pesan aktif memilih pesan yang akan disampaikan, memformulasikannya dalam wujud lambang-lambang berupa bunyihulisan. Proses demikian disebut proses encoding. Kemudian, lambang-lambang berupa bunyi/tulisan tersebut disampaikan kepada penerima. Selanjutnya, si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang berupa bunyiltulisan tersebut menjadi makna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses tersebut disebut proses decoding. Jadi, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut harus sama-sama memiliki keterampilan, yaitu si pengirim harus memiliki keterampilan memilih lambang-lambang (bunyi/tulisan) guna menyampaikan pesan, dan si penerima harus terampil memberi makna terhadap lambang-lambang (bunyi/tulisan) yang berisi pesan yang disampaikan.
Dalam berkomunikasi, si pengirim mungkin menyampaikan pesan berupa pikiran, perasaan, fakta, kehendak dengan menggunakan lambang-lambang berupa bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan. Dengan kata lain, dalam proses encoding si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi yang diucapkan, Selanjutnya pesan yang diformulasikan dalam wujud bunyi-bunyi (bahasa lisan) tersebut disampaikan kepada penerima. Aktivitas tersebut biasa kita kenal dengan istilah berbicara. Di pihak lain, si penerima melakukan aktivitas decoding berupa pengubahan bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi lisan tersebut kembali menjadi pesan. Aktifitas tersebut biasa kita sebut dengan istilah mendengarkan (menyimak). (n) Ada pula pengirim menyampaikan pesan itu dengan menggunakan lambang-lambang berupa tulisan. Dalam proses encoding, si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa tertulis, kemudian dikirimkan kepada penerima. Aktivita.s tersebut biasa kita sebut dengan istilah menulis. Kemudian, si penerima dalam proses decoding berupaya memaknai bentuk-bentuk bahasa tertulis itu sehingga pesan dapat diterima secara utuh. Aktifitas tersebut kita kenal dengan istilah membaca. Dalam kenyataan, aktivitas komunika.si dalam wujud berbicara, mendengarkan, menulis, dan membaca tidaldah sesederhana gambaran pada Gambar 1.1, yang bersifat satu arah. Komunikasi yang terj adi sering pula bersifat 2 arah, seperti tergambar dalam Gambar 1.2 berikut ini.





Bahkan, komunikasi sering pula terjadi dalam wujud multiarah, seperti • digambarkan dalam diagram berikut ini.

Komunikasi sesungguhnya terjadi dalam suatu konteks kehidupan yang dinamis, dalam suatu konteks budaya. Dalam komunikasi yang sesungguhnya, ketika melakukan proses encoding si pengirim berada dalam suatu konteks yang berupa ruang, waktu, peran, serta konteks budaya yang menj adi latar belakang pengirim dan penerima Keberhasilan suatu komunikasi sangat bergantung kepada proses encoding dan decoding yang sesuai dengan konteks komunikasi. Seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai pengirim pesan, dalam proses encoding ia terampil memilih bentuk-bentuk bahasa yang tepat, sesuai dengan konteks komunikasi. Kemudian, ia dapat dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai penerima pesan, dalam proses decoding ia mampu mengubah bentuk-bentuk bahasa yang diterimanya dalam suatu k-onteks komunikasi menjadi pesan yang utuh, yang sama dengan yang dimalcsudkan oleh si pengirim. Dengans icata lain, seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbicara apabila yang bersangkutan terampil memilih bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, serta tekanan dan nada) secara tepat serta memformula.sikannya secara tepat pula guna menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, faicta, perbuatan dalam suatu konteks komunikasi. Kemudian, seseorang dikatalcan terampil mendengarkan (menyimak) apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan menafsirkan makna dari bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, tekanan, dan nada) yang disampaikan pembicara dalam suatu konteks komunikasi. Selanjutnya, seseorang dikatakan memiliki keterampilan menulis bila yang bersangkutan dapat memilih bentuk-bentuk baha.sa tertulis (berupa kata, kalimat, paragrat) serta menggunakan retorika (organisasi tulisan) yang tepat guna mengutarakan pikiran, perasaan, gaga.san, fakta. Terakhir, seseorang dikatakan terampil membaca bila yang bersangk-utan dapat menafsirkan makna dan bentuk-bentuk bahasa tertulis (berupa kata, kalimat, paragraf, organisasi tulisan) yang dibacanya.
B. MANFAAT KETERAMP1LAN BERBARASA
Dapat dibayangkan apabila Idta tidak memilild kemampuan berbahasa. Kita tidak dapat mengungkapican pildran, tidak dapat mengekspresikan pera.saan, dan tidak dapat melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Di pihak lain, kita tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan falcta yang disampailcan oleh orang kepada kita. Jangankan tidak memiliki kemampuan, seperti yang dikemukakan di atas, kita pun akan mengalami kesulitan-kesulitan apabila keterampilan berbaha.sa yang kita miliki tergolong rendah.
Sebagai guru, kita akan mengalami kesulitan dalam menyajikan materi pelajaran kepada para siswa bila keterampilan berbicara ritg kita miliki tidak memadai atau di pihak lain para siswa akan mengalami kesulitan menangkap pelajaran yang kita sampailcan secara lisan karena keterampilan berbicara yang kita miliki tidak memadai atau karena kemampuan siswa rendah dalam mendengarkan. Begitu juga pengetahuan dan kebudayaan tidak akan dapat disampaikan dengan sempurna, bahican tidak akan dapat diwariskan kepada generasi berikumya apabila kita tidak memiliki keterampilan menulis. Demikian juga sebaliknya, Idta tidak akan dapat memperoleh pengetahuan yang disampaikan para pakar apabila Idta tidak memiliki keterampilan membaca yang memadai. Banyak contoh lain yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan berbahasa dalam kehidupan. Bagi seorang manajer misalnya, keterampilan berbicara memegang peran penting. la hanya bisa mengelola karyawan di departemen atau organi.sasi yang dipimpinnya apabila ia memiliki keterampilan berbicara. Kepemimpinannya pun baru akan berha.sil bila didukung pula oleh keterampilan mendengarkan, membaca, dan juga menulis yang berkaitan dengan profesinya. Sebaliknya, jabatan sebagai seorang manajer tidak akan pernah dapat diraih apabila yang bersangkutan tidak dapat meyaldnkan otoritas yang berkaitan melalui keterampilannya berbicara dan menulis.
Profesi-profesi di bidang hubungan masyarakat, pemasaranipenjualan, politik, hukum (jaksa, hakim, pengacara) adalah contoh-contoh bidang pekerjaan yang mensyaratkan dimilikinya keterampilan berbahasa, baik berbicara, menyimak, menulis, dan membaca Masih banyak lagi contoh lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang menunjukkan betapa pentingmya keterampilan berbahasa harus dikuasai.
KEGIATAN BELAJAR 2
Aspek-aspek Keterampilan Berbahasa
Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan 0.3 da.sar berbahasa, yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Tabel berikut ini menyajikan keempat jenis keterampilan tersebut.

A. MENDENGARBAN
Mendengarkan adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Dengan demikian, mendengarkan di sini berarti bukan sekadar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kita pun tidak menyadari begitu kompleksnya proses pemerolehan keterampilan mendengarkan tersebut. Berikut ini secara singkat disajikan deskripsi mengenai aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar memahami apa yang kita dengarkan dalam bahasa kedua. Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan, yaitu situasi mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara noninteraktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percalcapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam mendengarkan jenis ini kita secara bergantian melakukan aktivitas mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Kemudian, contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, kotbah atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan noninterak-tif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa pembicara mengulangi apa yang diucapkan, dan tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat. Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus: 1. menyimpanhnengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya ingat jangka pendek (short-term memoty); 2. berupaya membedakan bunyi-bunyi yang membedakan arti da1am bahasa target; 3. menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara dan intonasi; menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata; 4. membedakan dan memahami arti kata-kata yang didengar; 5. mengenal bentuk-bentuk kata yang khusus (typti word-order patterns); 6. mendeteksi kata-kata kunci yang mengidentifikasikan topik dan gagasan; 7. menebak makna dari konteks; 8. mengenal kelas-kelas kata (grammatical word classes) 9. menyadari bentuk-bentuk dasar sintaksis; 10. mengenal perangkat-perangkat kohesif (recognize cohesive devices); 11. mendeteksi unsur-unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, preposisi, dan unsur-unsur lainnya (http:/lwww.siLorg/lingualinks).
B. BERBICARA
Kemudian, sehubungan dengan keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interalcdf, sendinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percalcapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan mendengarkan, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kita dapat meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian, ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya dalam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar da.ri ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi.
Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara, di mana pembicara harus dapat:
1. mengucapkan bunyi-bunyi yang berbecia secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya;
2. menggunakan tekanan dan nada serta intonasi secara jelas dan tepat sehinaca pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara;
3. menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat;
4. menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi komunikasi, termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antara pembicara dan pendengar;
 5. berupaya agar kalimat-kalimat utama (the main sentence constituents) jelas bagi pendengar;
 6. berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna menjelaskan ide-ide utama;
 7. berupaya agar wacana berpautan secara serasi sehingga pendengar mudah mengikuti pembicaraan (htipilwww.sitorg/lingualinks).

C. MEMBACA
Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan mendengarkan dan berbicara. Tetapi, pada masyarakat yang memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, sering kali keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara.
Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses membaca yang hanis dimiliki pembicara adalah:
1. mengenal sistem tulisan yang digunakan;
2. mengenal kosakata;
3. menentukan kata-kata kunci yang mengidentitikasikan topik dan gagasan utama;
4. menentukan makna kata-kata, tennasuk kosakata split, dari konteks tertulis;
5. mengenal kelas kata gramatikal: kata benda, kata sifat, dan sebagainya;
6. menentukan konstituen-konstituen dalam kalimat, seperti subjek, predikat, objek, dan preposisi;
7. mengenal bentuk-bentuk dasar sintaksis;
8. merekonstruksi dan menyimpulkan situasi, tujuan-tujuan, dan partisipan;
9. menggunakan perangkat kohesif leksikal dan gramatikal guna menarik kesimpulan-kesimpulan; 10. menggunakan pengetahuan dan perangkat-perangkat kohesif leksikal dan g,ramatikal untuk memahami topik utama atau informasi utama;
11. membedakan ide utama dari detail-detail yang disajikan;
12. menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda, sepetti skisruning untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam (hup:/Avww.siLorffiginRuafinks)

D. MENULIS

Menulis adalah keterampilan produlctif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat; melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur.
 Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam menulis, di mana penulis perlu untuk:
1. menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan ejaan;
2. memilih kata yang tepat;
3. menggunakan bentuk kata dengan benar;
4. mengurutkan kata-kata dengan benar;
5. menggunakan strulctur kalimat yang tepat dan jela.s bagi pembaca;
6. memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju;
7. mengupayakan ide-ide atau informasi utama didukung secara jelas oleh ide-ide atau informa.si tambahan;
8. mengupayakan, terciptanya paragraf, dan keseluruhan tulisan koheren sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang disajikan;
9. membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis (http://www.siLorRAimudinks).
10. menggunakan pengetahuan dan perangkat-perangkat kohesif leksikal dan g,ramatikal untuk memahami topik utama atau informasi utama;
11. membedakan ide utama dari detail-detail yang disajikan;
12. menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda, sepetti skisruning untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam (hup:/Avww.siLorffiginRuafinks)




                                                                                  


KEGIATAN BELAJAR 3

Keterkaitan Antaraspek Keterampilan Berbahasa

Secara sederhana kita dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Mungkinkah kita melakukan aktivita.s mendengarkan tanpa ada yang berbicara? Mungkinkah kita melakukan aktivitas membaca tanpa ada yang menulis? Apakah pengalaman kita dalam menyimak dapat membantu kita dalam melakukan aktivitas berbicara dan pengalaman membaca dapat membantu kita dalam menulis? Dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana itu, perlu kita perhatikan hubungan antara jenis-jenis keterampilan berbahasa berikut ini.

A. HUBUNGAN BERBICARA DENGAN IVIENDENGARKAN
Menurut Brooks dalam Tarigan (1994:3), berbicara dan mendengarkan merupakan Kegiatan Komunikasi 2 arah yang langsung. Apabila kita amati peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi dalam masyarakat, peniyataan Brooks itu benar untuk peristiwa komunikASIi dalam situasi interaktif, seperti diagram berikut ini.





Misalnya, komunikasi yang terjadi antarteman, antara pembeli dan penjual atau dalam suatu disku.si kelompok. Dalam hal ini, A berbicara dan B mendengarkan. Setelah itu giliran B berbicara dan A mendengarkan. Namun, ada pula dalam suatu konteks komunikasi itu terjadi dalam situasi noninteraktif, yaitu satu pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan. Agar lebih jelas, situasi komunikasi tersebut digambarkan dalam diagram berikut





KEGIATAN BELAJAR 1 Pengertian dan Manfaat Keterampilan Berbahasa Dalam berkomunikasi kita menggunakan keterampilan berbahasa yang telah kita miliki, seberapa pun tingkat atau kualitas keterampilan itu. Ada orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal sehingga setiap tujuan komunikasinya mudah tercapai. Namun, ada pula orang yang sangat lemah tingkat keterampilannya sehingga bukan tujuan komunikasinya tercapai, tetapi malah terjadi salah pengertian yang berakibat suasana komunikasi menjadi buruk. Berikut ini Anda diajak mempelajari pengertian keterampilan berbahasa serta manfaat penguasaan terhadap keterampilan tersebut. A. KETERAMPILAN BERBAHASA Mari kita perhatikan kehidupan dalam masyarakat. Anggota-anggota suatu masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Secara sederhana komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Seperti digambarkan melalui diagram di atas, si pengirim pesan aktif memilih pesan yang akan disampaikan, memformulasikannya dalam wujud lambang-lambang berupa bunyihulisan. Proses demikian disebut proses encoding. Kemudian, lambang-lambang berupa bunyi/tulisan tersebut disampaikan kepada penerima. Selanjutnya, si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang berupa bunyiltulisan tersebut menjadi makna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses tersebut disebut proses decoding. Jadi, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut harus sama-sama memiliki keterampilan, yaitu si pengirim harus memiliki keterampilan memilih lambang-lambang (bunyi/tulisan) guna menyampaikan pesan, dan si penerima harus terampil memberi makna terhadap lambang-lambang (bunyi/tulisan) yang berisi pesan yang disampaikan. Dalam berkomunikasi, si pengirim mungkin menyampaikan pesan berupa pikiran, perasaan, fakta, kehendak dengan menggunakan lambang-lambang berupa bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan. Dengan kata lain, dalam proses encoding si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi yang diucapkan, Selanjutnya pesan yang diformulasikan dalam wujud bunyi-bunyi (bahasa lisan) tersebut disampaikan kepada penerima. Aktivitas tersebut biasa kita kenal dengan istilah berbicara. Di pihak lain, si penerima melakukan aktivitas decoding berupa pengubahan bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi lisan tersebut kembali menjadi pesan. Aktifitas tersebut biasa kita sebut dengan istilah mendengarkan (menyimak). (n) Ada pula pengirim menyampaikan pesan itu dengan menggunakan lambang-lambang berupa tulisan. Dalam proses encoding, si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa tertulis, kemudian dikirimkan kepada penerima. Aktivita.s tersebut biasa kita sebut dengan istilah menulis. Kemudian, si penerima dalam proses decoding berupaya memaknai bentuk-bentuk bahasa tertulis itu sehingga pesan dapat diterima secara utuh. Aktifitas tersebut kita kenal dengan istilah membaca. Dalam kenyataan, aktivitas komunika.si dalam wujud berbicara, mendengarkan, menulis, dan membaca tidaldah sesederhana gambaran pada Gambar 1.1, yang bersifat satu arah. Komunikasi yang terj adi sering pula bersifat 2 arah, seperti tergambar dalam Gambar 1.2 berikut ini. Bahkan, komunikasi sering pula terjadi dalam wujud multiarah, seperti • digambarkan dalam diagram berikut ini. Komunikasi sesungguhnya terjadi dalam suatu konteks kehidupan yang dinamis, dalam suatu konteks budaya. Dalam komunikasi yang sesungguhnya, ketika melakukan proses encoding si pengirim berada dalam suatu konteks yang berupa ruang, waktu, peran, serta konteks budaya yang menj adi latar belakang pengirim dan penerima Keberhasilan suatu komunikasi sangat bergantung kepada proses encoding dan decoding yang sesuai dengan konteks komunikasi. Seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai pengirim pesan, dalam proses encoding ia terampil memilih bentuk-bentuk bahasa yang tepat, sesuai dengan konteks komunikasi. Kemudian, ia dapat dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai penerima pesan, dalam proses decoding ia mampu mengubah bentuk-bentuk bahasa yang diterimanya dalam suatu k-onteks komunikasi menjadi pesan yang utuh, yang sama dengan yang dimalcsudkan oleh si pengirim. Dengans icata lain, seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbicara apabila yang bersangkutan terampil memilih bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, serta tekanan dan nada) secara tepat serta memformula.sikannya secara tepat pula guna menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, faicta, perbuatan dalam suatu konteks komunikasi. Kemudian, seseorang dikatalcan terampil mendengarkan (menyimak) apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan menafsirkan makna dari bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, tekanan, dan nada) yang disampaikan pembicara dalam suatu konteks komunikasi. Selanjutnya, seseorang dikatakan memiliki keterampilan menulis bila yang bersangkutan dapat memilih bentuk-bentuk baha.sa tertulis (berupa kata, kalimat, paragrat) serta menggunakan retorika (organisasi tulisan) yang tepat guna mengutarakan pikiran, perasaan, gaga.san, fakta. Terakhir, seseorang dikatakan terampil membaca bila yang bersangk-utan dapat menafsirkan makna dan bentuk-bentuk bahasa tertulis (berupa kata, kalimat, paragraf, organisasi tulisan) yang dibacanya. B. MANFAAT KETERAMP1LAN BERBARASA Dapat dibayangkan apabila Idta tidak memilild kemampuan berbahasa. Kita tidak dapat mengungkapican pildran, tidak dapat mengekspresikan pera.saan, dan tidak dapat melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Di pihak lain, kita tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan falcta yang disampailcan oleh orang kepada kita. Jangankan tidak memiliki kemampuan, seperti yang dikemukakan di atas, kita pun akan mengalami kesulitan-kesulitan apabila keterampilan berbaha.sa yang kita miliki tergolong rendah. Sebagai guru, kita akan mengalami kesulitan dalam menyajikan materi pelajaran kepada para siswa bila keterampilan berbicara ritg kita miliki tidak memadai atau di pihak lain para siswa akan mengalami kesulitan menangkap pelajaran yang kita sampailcan secara lisan karena keterampilan berbicara yang kita miliki tidak memadai atau karena kemampuan siswa rendah dalam mendengarkan. Begitu juga pengetahuan dan kebudayaan tidak akan dapat disampaikan dengan sempurna, bahican tidak akan dapat diwariskan kepada generasi berikumya apabila kita tidak memiliki keterampilan menulis. Demikian juga sebaliknya, Idta tidak akan dapat memperoleh pengetahuan yang disampaikan para pakar apabila Idta tidak memiliki keterampilan membaca yang memadai. Banyak contoh lain yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan berbahasa dalam kehidupan. Bagi seorang manajer misalnya, keterampilan berbicara memegang peran penting. la hanya bisa mengelola karyawan di departemen atau organi.sasi yang dipimpinnya apabila ia memiliki keterampilan berbicara. Kepemimpinannya pun baru akan berha.sil bila didukung pula oleh keterampilan mendengarkan, membaca, dan juga menulis yang berkaitan dengan profesinya. Sebaliknya, jabatan sebagai seorang manajer tidak akan pernah dapat diraih apabila yang bersangkutan tidak dapat meyaldnkan otoritas yang berkaitan melalui keterampilannya berbicara dan menulis. Profesi-profesi di bidang hubungan masyarakat, pemasaranipenjualan, politik, hukum (jaksa, hakim, pengacara) adalah contoh-contoh bidang pekerjaan yang mensyaratkan dimilikinya keterampilan berbahasa, baik berbicara, menyimak, menulis, dan membaca Masih banyak lagi contoh lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang menunjukkan betapa pentingmya keterampilan berbahasa harus dikuasai. KEGIATAN BELAJAR 2 Aspek-aspek Keterampilan Berbahasa Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan 0.3 da.sar berbahasa, yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Tabel berikut ini menyajikan keempat jenis keterampilan tersebut. A. MENDENGARBAN Mendengarkan adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Dengan demikian, mendengarkan di sini berarti bukan sekadar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kita pun tidak menyadari begitu kompleksnya proses pemerolehan keterampilan mendengarkan tersebut. Berikut ini secara singkat disajikan deskripsi mengenai aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar memahami apa yang kita dengarkan dalam bahasa kedua. Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan, yaitu situasi mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara noninteraktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percalcapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam mendengarkan jenis ini kita secara bergantian melakukan aktivitas mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Kemudian, contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, kotbah atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan noninterak-tif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa pembicara mengulangi apa yang diucapkan, dan tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat. Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus: 1. menyimpanhnengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya ingat jangka pendek (short-term memoty); 2. berupaya membedakan bunyi-bunyi yang membedakan arti da1am bahasa target; 3. menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara dan intonasi; menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata; 4. membedakan dan memahami arti kata-kata yang didengar; 5. mengenal bentuk-bentuk kata yang khusus (typti word-order patterns); 6. mendeteksi kata-kata kunci yang mengidentifikasikan topik dan gagasan; 7. menebak makna dari konteks; 8. mengenal kelas-kelas kata (grammatical word classes) 9. menyadari bentuk-bentuk dasar sintaksis; 10. mengenal perangkat-perangkat kohesif (recognize cohesive devices); 11. mendeteksi unsur-unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, preposisi, dan unsur-unsur lainnya (http:/lwww.siLorg/lingualinks). B. BERBICARA Kemudian, sehubungan dengan keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interalcdf, sendinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percalcapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan mendengarkan, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kita dapat meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian, ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya dalam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar da.ri ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi. Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara, di mana pembicara harus dapat: 1. mengucapkan bunyi-bunyi yang berbecia secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya; 2. menggunakan tekanan dan nada serta intonasi secara jelas dan tepat sehinaca pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara; 3. menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat; 4. menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi komunikasi, termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antara pembicara dan pendengar; 5. berupaya agar kalimat-kalimat utama (the main sentence constituents) jelas bagi pendengar; 6. berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna menjelaskan ide-ide utama; 7. berupaya agar wacana berpautan secara serasi sehingga pendengar mudah mengikuti pembicaraan (htipilwww.sitorg/lingualinks). C. MEMBACA Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan mendengarkan dan berbicara. Tetapi, pada masyarakat yang memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, sering kali keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses membaca yang hanis dimiliki pembicara adalah: 1. mengenal sistem tulisan yang digunakan; 2. mengenal kosakata; 3. menentukan kata-kata kunci yang mengidentitikasikan topik dan gagasan utama; 4. menentukan makna kata-kata, tennasuk kosakata split, dari konteks tertulis; 5. mengenal kelas kata gramatikal: kata benda, kata sifat, dan sebagainya; 6. menentukan konstituen-konstituen dalam kalimat, seperti subjek, predikat, objek, dan preposisi; 7. mengenal bentuk-bentuk dasar sintaksis; 8. merekonstruksi dan menyimpulkan situasi, tujuan-tujuan, dan partisipan; 9. menggunakan perangkat kohesif leksikal dan gramatikal guna menarik kesimpulan-kesimpulan; 10. menggunakan pengetahuan dan perangkat-perangkat kohesif leksikal dan g,ramatikal untuk memahami topik utama atau informasi utama; 11. membedakan ide utama dari detail-detail yang disajikan; 12. menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda, sepetti skisruning untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam (hup:/Avww.siLorffiginRuafinks) D. MENULIS Menulis adalah keterampilan produlctif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat; melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur. Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam menulis, di mana penulis perlu untuk: 1. menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan ejaan; 2. memilih kata yang tepat; 3. menggunakan bentuk kata dengan benar; 4. mengurutkan kata-kata dengan benar; 5. menggunakan strulctur kalimat yang tepat dan jela.s bagi pembaca; 6. memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju; 7. mengupayakan ide-ide atau informasi utama didukung secara jelas oleh ide-ide atau informa.si tambahan; 8. mengupayakan, terciptanya paragraf, dan keseluruhan tulisan koheren sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang disajikan; 9. membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis (http://www.siLorRAimudinks). 10. menggunakan pengetahuan dan perangkat-perangkat kohesif leksikal dan g,ramatikal untuk memahami topik utama atau informasi utama; 11. membedakan ide utama dari detail-detail yang disajikan; 12. menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda, sepetti skisruning untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam (hup:/Avww.siLorffiginRuafink KEGIATAN BELAJAR 3 Keterkaitan Antaraspek Keterampilan Berbahasa Secara sederhana kita dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Mungkinkah kita melakukan aktivita.s mendengarkan tanpa ada yang berbicara? Mungkinkah kita melakukan aktivitas membaca tanpa ada yang menulis? Apakah pengalaman kita dalam menyimak dapat membantu kita dalam melakukan aktivitas berbicara dan pengalaman membaca dapat membantu kita dalam menulis? Dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana itu, perlu kita perhatikan hubungan antara jenis-jenis keterampilan berbahasa berikut ini. A. HUBUNGAN BERBICARA DENGAN IVIENDENGARKAN Menurut Brooks dalam Tarigan (1994:3), berbicara dan mendengarkan merupakan Kegiatan Komunikasi 2 arah yang langsung. Apabila kita amati peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi dalam masyarakat, peniyataan Brooks itu benar untuk peristiwa komunikASIi dalam situasi interaktif, seperti diagram berikut ini. Misalnya, komunikasi yang terjadi antarteman, antara pembeli dan penjual atau dalam suatu disku.si kelompok. Dalam hal ini, A berbicara dan B mendengarkan. Setelah itu giliran B berbicara dan A mendengarkan. Namun, ada pula dalam suatu konteks komunikasi itu terjadi dalam situasi noninteraktif, yaitu satu pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan. Agar lebih jelas, situasi komunikasi tersebut digambarkan dalam diagram berikut Komunikas,i seperti dalam Gambar 1.5, misalnya berupa kotbah di masjid, pidato dalam suatu acara perayaan atau berbicara dalam suatu acara siaran berita televisi. Di sini, hanya satu pihak yang berbicara. Pihak lain hanya mendengarkan. Dawson dalam Tarigan (1994:3) menjelaskan hubungan antara berbicara dan mendengarkan, seperti berikut. 1. Ujaran biasanya dipelajari melalui mendengarkan dan meniru. Dengan demikian, materi yang didengarkan dan direkam dalam ingatan berpengaruh terhadap kecakapan berbicara seseorae 2. Ujaran seseorang mencerminkan pemakaian bahasa di lingkungan keluarga dan masyarakat tempatnya hidup, misalnya dalam penggunaan intonasi, kosakata, dan pola-pola kalimat. 3. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara. 4. Bunyi suara yang didengar merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara seseorang (terutama anak-anak). Oleh karena itu, suara dan materi yang berkualitas baik yang didengar dari seorang guru, rekaman-rekaman atau cerita-cerita yang bernilai tinggi sangat membantu anak atau seseorang yang sedang belajar berbicara. Guna melengkapi pembicaraan kita mengenai hubungan antara berbicara dan mendengarkan, berikut ini dipaparkan diagram hubungan tersebut menurut Tarigan (1994:4) dengan beberapa modifikasi. B. HUBUNGAN MENDENGARKAN DENGAN MEMBACA Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, mendengarkan dan membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Mendengarkan berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Ini sejalan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Tarigan (1994:4) melalui diagram berikut ini. Gambar 1.7 Diagram Hubungan Mendengarkan dan Membaca Dalam Gambar 1.7, bukan hanya menggambarkan hubungan antara mendengarkan dan membaca, melainkan juga memperlihatkan kaitan antara menyi mak dan berbicara serta membaca dan menulis. Sehubungan dengan kaitan antara mendengarkan dan membaca ini, Subyakto Nababan (1993:153) menjelaslcannya dalam diagram sebagai berikut. Melalui diagram di atas tampak jelas bahwa baik mendengarkan maupun membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif. Perbedaannya hanya pada objek yang menjadi fokus perhatian awal yang menjadi stimulus. Pada mendengarkan fokus perhatian (stimulus) berupa suara (bunyi-bunyi), sedangkan pada membaca adalah tulisan. Kemudian, baik penyimak maupun pembaca melakukan aktivitas pengidentifikasian terhadap unsur-unsur bahasa yang berupa suara (dalam mendengarkan) maupun berupa tulisan (dalam membaca), yang selanjutnya diikuti dengan proses decoding guna memperoleh pesan yang berupa konsep, ide atau informasi. Apabila ditinjau dan sudut pemerolehan atau belajar bahasa, aktivitas membaca dapat membantu seseorang memperoleh kosakata yang berguna bagi pengembangan kemampuan mendengarkan pada tahap berikutnya. Jadi, pengenalan terhadap kosakata baru pada aktivitas membaca akan dapat meningkatkan kemampuan mendengarkan pada tahap berikutnya melalui pro.ses pengenalan kembali terhadap kosakata tersebut (hnp://www.siLorgAingualimks). Sehubungan dengan proses pembelajaran bahasa, Tarigan (1994:4-5) menyatakan bahwa mendengarkan pun merupakan falctor penting dalam belajar membaca secara efektif. Petunjuk-petunjuk mengenai strategi membaca sering disampaikan guru di kelas dengan menggunakan bahasa lisan. Untuk itu, kemampuan murid dalam mendengarkan dengan pemahaman sangat penting. Dari uraian di atas, Idta dapat mengajukan hipotesis bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara kemampuan mendengarkan dan membaca pada kelas-kelas yang relatif tinggi. Apabila terdapat peningkatan pada kemampuan yang satu maka akan diikuti dengan peningkatan pada kemampuan yang lain (Tarigan, 1994:5). C. HUBUNGAN MEMBACA DENGAN MENULIS Telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa baik membaca maupun menulis merupakan aktifitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif. Seseorang menulis guna menyampaikan gagasan, perasaan atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seseorang membaca guna memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut. Dalam menulis, seseorang harus melalui tahap-tahap perencanaan, penulisan, dan revisi. Dalam melakukan perencanaan sering kali penulis melakukan aktivitas membaca yang ekstensif dan intensif guna menelusuri informasi, konsep-konsep atau gagasan-gagasan yang akan dijadikan bagian dari bahan tulisannya. Kemudian, dalam proses penulisan si penulis sering melakukan revisi-revisi dengan cara membaca, lalu menulis kembali secara berulang-ulang. Jadi, tampak jelas bahwa kemampuan membaca penting sekali bagi proses menulis (Wray, 1994:96-97). Sebaliknya pula, dalam kegiatan membaca pemahaman sering kali kita harus menulis catatan-catatan, bagan, rangkuman, dan komentar mengenai isi bacaan guna menunjang pemahaman kita terhadap isi bacaan, bahkan kadang-kadang kita merasa perlu untuk menulis laporan mengenai isi bacaan guna berbagi informasi kepada pembaca lain atau justru sekadar memperkuat pemahaman kita mengenai isi bacaan. Selain itu, mungkin pula kita terdorong untuk menulis resensi atau kritik terhadap suatu tulisan yang telah kita baca. Jadi, tampak begitu erat kaitan antara aktifitas membaca dan menulis dalam kegiatan berbaha. D. HUBUNGAN MENULIS DENGAN BERBICARA Anda tentu sering menghadiri acara seminar, bahkan mungkin pernah menjadi pemakalahnya. Seorang pembicara dalam seminar biasanya diminta menulis sebuah makalah terlebih dulu. Kemudian, yang bersangkutan diminta menyajikan makalah itu secara lisan dalam suatu forum. Selanjulnya, peserta seminar akan menanggapi isi pembicaraan si pemalcalah. Dalam berpidato pun (salah satu jenis aktivitas berbicara) seseorang dituntut membuat perencanaan dalam bentuk tulisan. Untuk pidato-pidato yang tidak terlalu resmi mungkin si pembicara cukup menulis secara singkat pokok-pokok yang akan dibicarakan sebagai persiapan. Dalam suatu pidato resmi (misalnya pidato kenegaraan), pembicara dituntut menulis naskah pidatonya secara lengkap. Dalam kedua jenis aktivitas berbicara yang dikemukakan di atas tampak jelas keterkaitan menulis dan berbicara. Kegiatan menulis harus dilakukan guna mendukung aktivitas berbicara, bahkan dalam suatu seminar, keempat keterampilan dilibatkan secara bergantian. Subyakto-Nababan (1993:153) dan Tarigan (1994:10) menjelaskan bahwa baik berbicara maupun menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produlctif. Berbicara merupakan kegiatan berbahasa ragam lisan, sedangkan menulis adalah kegiatan berbahasa ragam tulis. Kemudian, kegiatan menulis pada umumnya merupakan kegiatan berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara pada umumnya bersifat langsung. Ini berarti ada kegiatan menulis yang bersifat langsung, misalnya komunikasi tulis dengan menggunakan telepon seluler (sms) dan dengan menggunakan intemet (chatting). Sebaliknya, ada pula kegiatan berbicara secara tidak langsung, misalnya melalui pengiriman pesan suara melalui telepon seluler. Subyakto-Nababan (1993:153) berupaya menjelaskan kaitan antara menulis dan berbicara dengan menggunakan gambar diagram berikut KEGIATAN BELAJAR 1 Kemampuan Menyimak Tingkat Dasar menyimak atau dalam kurikulum sekolah digunakan istilah mendengarkan, dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu kegiatan berbaha.sa yang sangat penting karena melalui menyimak kita dapat memperoleh informasi untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang kehidupan. Begitu juga di sekolah, menyimak mempunyai peranan penting karena dengan menyimak siswa dapat menambah ilmu, menerima dan menghargai pendapat orang lain. Oleh sebab itu, untuk memperoleh kemampuan menyimak diperlukan latihan-latihan yang intensif. Pada dasarnya pengembangan keterampilan menyimak itu dapat dibedakan atas empat tataran pokok sebagai berikut (Soedjiatno, 1983:18). 1. Tataran identifikasi. 2. Tataran identifikasi dan seleksi tanpa retensi. 3. Tataran identifikasi dengan seleksi terpimpin dan retensi jangka pendek. 4. Tataran identifikasi dengan seleksi retensi jangka panjang. Tataran identifikasi tidak lain adalah tahap pengenalan. Tahap ini akan melibatkan kita untuk mulai terampil mengenal berbagai jenis bunyi suatu bahasa, kata-kata, frase-frase, kalimat dalam hubungan timbal balik antarstuktur, baik atas pertimbangan waktu, modifikasi, bahkan juga logika. Tahap ini banyak melibatkan penyimak untuk segera mengenal elemen-elemen kebahasaan dan maknanya yang mungkin dipengaruhi oleh adanya elemen-elemen bunyi suprasegmental, yaitu intonasi, jeda, nada, dan tekanan. Menyimak pada tataran ini disebut juga dengan istilah menyimak bahasa. Tataran identifikasi dan seleksi tanpa retensi adalah tataran menyimak di mana penyimak diharapkan memperoleh kemampuan mengenal dan memahami sesuatu unit kontinum bunyi/ujaran, tetapi belum dituntut adanya kemampuan retensi (kemampuan mencamkan, menyimpan, dan memproduksikan) hasil pemahaman tersebut. Pada tataran ini penyimak hanya dituntut mampu mengenal, memahami maksud tuturan, belum dituntut adanya kemampuan mengingat-ingat. Tataran identifikasi dengan seleksi terpimpin dan retensi jangka pendek adalah tataran menyimak yang menuntut penyimak untuk mengenal bunyi – bunyi dan kemampuan memahami, tetapi masih dalam taraf terpimpin. Misalnya, dengan memberikan daftar pertanyaan terlebih dahulu kepada penyimak supaya dapat dipelajari sebelum bahan simakan diberikan. Kemampuan mengingat-ingatnya pun masih dalam jangka waktu yang begitu pendek, misalnya bahan simakan masih dapat diulang sampai maksimal 3 kali agar penyimak selain mampu mengidentifikasi bunyi, memahami pesan, juga mendapat kesempatan mengingat-ingat mencocokkan dalam waktu yang cepat mana-mana jawaban yang tepat dan mana yang tidak. Tataran identifikasi„seleksi, dan retensi janggka panjang adalah taraf menyimak yang menuntut penyimak untuk mampu mengenal bunyi-bunyi dalam kontinum bunyi yang panjang, mampu memahami makna pesan secara tepat, dengan kemampuan mengingat dalam jangka waktu yang relatif lama. Tuntutan pada penyimak pada fase ini ialah penyimak mampu menyimak kontinum wacana yang panjang; baik ragam bacaan, cerita-cerita menarik, berita surat kabar, percakapan-percakapan panjang, ujaran-ujaran ekspresif, percakaapan lewat telepon, puisi, drama rekaman, dan sebagainya. A. MENYIMAK BAHASA Menyimak merupakan proses berbahasa yang paling misterius (Lundsteen dalam Tompkins dan Hosskinson, 1991). Proses menyimak merupakan proses interaktif yang mengubah bahasa lisan menjadi makna dalam pikiran. Dengan demikian, menyimak tidak sekadar mendengarkan. Mendengar merupakan komponen inta1 dalam menyimak. Kegiatan berpikir atau menangkap makna dari apa yang didengar merupakan bagian dari proses menyimak. Faris (1993:154) meng,uraikan proses menyimak atas 3 tahapan. Pertama, menerima masukan auditori (auditory input). Penyimak menerima pesan lisan. Mendengar pesan saja tidalc menjamin berlangsungnya pemahaman. Kedua, memperhatikan masukan auditori. Penyimak berkonsentrasi (secara fisik dan mental) pada apa yang disajikan penutur. Ketiga, menafsirkan dan berinteraksi dengan masulcan auditori. Penyimak tidak sekadar mengumpulkan dan menyimpan pesan, tetapi juga mengkla.sifikasi, membandingkan, dan menghubungkan pesan dengan pengetahuan awal (previous knowledge). Penyimak juga menggunakan strategi prediksi-konfirmasi secara cepat. Urutan dalam proses menyimak secara sederhana dapat diikhtisarkan sebagai berikut. Kita mulai dengan menyerap renteran bunyi bahasa melalui telinga. Rentetan bunyi bahasa tersebut (melalui syaraf sentrifugal) diteruskan menuju otak pada bagian yang disebut "perangkat ingatan pendek" untuk diproses dan dianalisis. Alat itu ialah pengetahuan bahasa dan pengetahuan budayanya. Apabila pemrosesan atas rentetan bunyi bahasa (bunyi, kosakata, struktur) berhasil, berarti penyimak "mengerti" atau "paham" akan makna pesan atau isi informasi yang terkandung dalam rentetan bunyi bahasa tersebut. Selanjutnya "isi informasi" atau "pesan" tadi "disimpan" dalam bagian otak yang lain yang disebut perangkat ingatan jangka panjang. Oleh karena itu, yang disimpan itu bukan lagi rentetan bunyi bahasa atau lambang bahasa mentah, melainkan lambang bahasa yang telah terproses menjadi konsep (Clark dan Clark, 1977:133-179). Seseorang yang sedang belajar bahasa akan memperlihatkan berbagai taraf perkembangan pemahaman berbahasa. Pada kontak pertama dengan ujaran bahasa, yang masuk ke telinga mereka adalah suatu aliran bunyi gemuruh yang tidak berbeda. Lama-kelamaan, secara berangsur-angsur dia akan merasakan adanya berbagai urutan bunyi, ada keteraturan naik turunnya bunyi, dan ada pula kelompok-kelompok bunyi atas dasar hembusan napas. Kemudian, seseorang itu dapat menyadari adanya beberargabungan fakta bahasa yang dikenal secara arbitrer, misalnya kosakata, kelompok kata kerja, dan pernyataan-pernyataan yang sederhana. Seseorang, kemudian dapat membedakan adanya fonem-fonem, dan pola-pola kalimat. Kalimat-kalimat tersebut berulang-ulang dan akhirnya memberikan bentuk-bentuk penggalan bicara. Sampai di sini belum tergolong sebagai pemahaman yang memerlukan seleksi. Selanjutnya, dia akan memperlihatkan terus adanya taraf pengenalan elemen-elemen penting dari sejumlah tuturan, tetapi ia belum sanggup mengenal adanya hubungan keseluruhan aliran bunyi tersebut. Ini juga bukan taraf pemahaman sepenuhnya. Hanya dengan banyak latihan sajalah seseorang akhirnya dapat menundukkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Apabila seseorang mendengarkan banyak tuturan, akhirnya akan diperoleh kemudahan-kemudahan dalam mengenal elemen-elemen penting dalam menentukan pemahaman suatu pesan. Keterampilan mengidentifikasi dan menyeleksi rentetan bunyi bahasa dalam proses menyimak bahasa itu dapat diperinci atas beberapa kemampuan sebagai berikut. I. Kemampuan mengidentifikasi dan menyeleksi gejala-gejala fonetik, baik yang berupa nada, tekanan, persendian, maupun intonasi pada umumnya. Demikian juga mengidentifikasi dan menyeleksi bunyi-bunyi segmental suatu bahasa yang dipelajari. 2. Kemampuan mengenal, membedakan, menerapkan kosakata sesuai dengan makna dan konteksnya yang tepat. 3. Kemampuan mengenal, membedakan, dan menerapkan struktur tata bahasa sesuai dengan maknanya yang tepat termasuk juga struktur frase dan idiom-idiom yang ada. (Soedjiatno, 1983:6). B. STRATEGI MENTIMAK BABASA Untuk menyimak bahasa, kita dapat menggunakan dua strategi, yaitu memusatkan perhatian dan membuat catatan. 1. Memusatkan Perhatian Agar kita dapat menyimak bahasa dengan baik, kita harus memusatkan perhatian kita pada tuturan pembicara. Penutur atau pembicara biasanya menggunakan isyarat visual dan verbal untuk menyampaikan pesan dan mengarahkan perhatian penyimak. Isyarat visual meliputi gerak tubuh (gesture), tulisan atau kerangka iRkrmasi penting, dan perubahan ekspresi wajah (mimik). Isyarat verbal Miputi perhentian, naik-turunnya suara, lambatnya pengucapan butir-butir penting, dan pengulangan informasi penting. Banyak di antara kita yang tidak menyadari isyarat-isyarat tersebut sebagai perilaku pengatur perhatian. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan isyarat penutur itu untuk mempertajam perhatian kita. 2. Membuat Catatan Membuat catatan dapat membantu aktivitas menyimalc karena mendorong berkonsentrasi, menyediakan bahan-bahan untuk mereviu, dan dapat membantu mengingat-ingat. Akan tetapi, membuat catatan sudah memerlukan konsentrasi. Hal ini berarti mengganggu proses menyimak sendiri. Agar membuat catatan sewaktu menyimak tidak mengganggu konsentrasi, sebaiknya saran-saran berikut ini dipertimbangkan. a. Catatan bersifat sederhana Catatan yang kecil-kecil dan panjang tidaklah praktis karena yang dapat kita tangkap dari informasi lisan bukanlah Icalimat utuh, tetapi ide-ide pokok yang berupa frase-frase atau kalimat pendek. Oleh karena itu, da1am membuat catatan sebaiknya kita gunakan bentuk kerangka (oudine). Yang kita catat adalah ide-ide pokok atau informasi yang kita anggap penting, ide-ide yang menonjol, materi-materi yang falctual. b. Catatan menggunakan singkatan-singkatan dan simbol-simbol Steno dan tulisan cepat sangat membantu penyimak dalam membuat catatan. Jika kita tidak memahami sistem ini pilihlah singkatan-singkatan atau simbol-simbol yang Anda pahami dengan baik. c. Catatan harus jelas Meskipun catatan kita tulis secara cepat, namun faktor kejelasan harus dinomorsatukan agar kita tidak kesulitan jika membaca ulang tulisan tersebut. Kejelasan itu minimal untuk diri kita sendiri. C. LATIHAN MEMBEDAKAN FONEM DALAM KONTEKS Sebagai seorang (calon) guru, kita harus memiliki keterampilan menyimak yang memadai sebelum kita mangajarkan keterampilan menyimak. Agar kita menjadi penyimak yang baik, tentu kita harus banyak berlatih. Berikut ini adalah model-model latihan menyimak bahasa. Anda sudah siap untuk berlatih menyimak? Bila sudah putarlah kaset rekaman yang berisi kalimat-kalimat yang di dalamnya mengandung kata-kata yang berbeda arti karena perbedaan fonem. E. MENYMAK INTEROGATIF Menyimak interogatif (interrogative listening) adalah kegiatan menyimak intensif yang menuntut konsentrasi dan seleksi. Dalam kegiatan menyimak interogatif, penyimak mengarahkan perhatianya pada pemerolehan informasi dengan cara menginterogasi atau menanyai pembicara, dalam hal ini dapat disebut sebagai narasumber. Melalui pertanyaan-pertanyaannya, penyimak mengharapkan dapat memperoleh informasi atau pengetahuan sebanyak mungkin dari segala aspek pembicaraan. Informasi yang diharapkan penyimak dapat mencakup apa, siapa, mengapa, di mana, ke mana, untuk apa, benarkah, dan sebagainya.
KEGIATAN BELAJAR 1 Pengertian dan Manfaat Keterampilan Berbahasa Dalam berkomunikasi kita menggunakan keterampilan berbahasa yang telah kita miliki, seberapa pun tingkat atau kualitas keterampilan itu. Ada orang yang memiliki keterampilan berbahasa secara optimal sehingga setiap tujuan komunikasinya mudah tercapai. Namun, ada pula orang yang sangat lemah tingkat keterampilannya sehingga bukan tujuan komunikasinya tercapai, tetapi malah terjadi salah pengertian yang berakibat suasana komunikasi menjadi buruk. Berikut ini Anda diajak mempelajari pengertian keterampilan berbahasa serta manfaat penguasaan terhadap keterampilan tersebut. A. KETERAMPILAN BERBAHASA Mari kita perhatikan kehidupan dalam masyarakat. Anggota-anggota suatu masyarakat saling berhubungan dengan cara berkomunikasi. Secara sederhana komunikasi tersebut dapat digambarkan sebagai berikut. Seperti digambarkan melalui diagram di atas, si pengirim pesan aktif memilih pesan yang akan disampaikan, memformulasikannya dalam wujud lambang-lambang berupa bunyihulisan. Proses demikian disebut proses encoding. Kemudian, lambang-lambang berupa bunyi/tulisan tersebut disampaikan kepada penerima. Selanjutnya, si penerima pesan aktif menerjemahkan lambang-lambang berupa bunyiltulisan tersebut menjadi makna sehingga pesan tersebut dapat diterima secara utuh. Proses tersebut disebut proses decoding. Jadi, kedua belah pihak yang terlibat dalam komunikasi tersebut harus sama-sama memiliki keterampilan, yaitu si pengirim harus memiliki keterampilan memilih lambang-lambang (bunyi/tulisan) guna menyampaikan pesan, dan si penerima harus terampil memberi makna terhadap lambang-lambang (bunyi/tulisan) yang berisi pesan yang disampaikan. Dalam berkomunikasi, si pengirim mungkin menyampaikan pesan berupa pikiran, perasaan, fakta, kehendak dengan menggunakan lambang-lambang berupa bunyi-bunyi bahasa yang diucapkan. Dengan kata lain, dalam proses encoding si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi yang diucapkan, Selanjutnya pesan yang diformulasikan dalam wujud bunyi-bunyi (bahasa lisan) tersebut disampaikan kepada penerima. Aktivitas tersebut biasa kita kenal dengan istilah berbicara. Di pihak lain, si penerima melakukan aktivitas decoding berupa pengubahan bentuk-bentuk bahasa yang berupa bunyi-bunyi lisan tersebut kembali menjadi pesan. Aktifitas tersebut biasa kita sebut dengan istilah mendengarkan (menyimak). (n) Ada pula pengirim menyampaikan pesan itu dengan menggunakan lambang-lambang berupa tulisan. Dalam proses encoding, si pengirim mengubah pesan menjadi bentuk-bentuk bahasa tertulis, kemudian dikirimkan kepada penerima. Aktivita.s tersebut biasa kita sebut dengan istilah menulis. Kemudian, si penerima dalam proses decoding berupaya memaknai bentuk-bentuk bahasa tertulis itu sehingga pesan dapat diterima secara utuh. Aktifitas tersebut kita kenal dengan istilah membaca. Dalam kenyataan, aktivitas komunika.si dalam wujud berbicara, mendengarkan, menulis, dan membaca tidaldah sesederhana gambaran pada Gambar 1.1, yang bersifat satu arah. Komunikasi yang terj adi sering pula bersifat 2 arah, seperti tergambar dalam Gambar 1.2 berikut ini. Bahkan, komunikasi sering pula terjadi dalam wujud multiarah, seperti • digambarkan dalam diagram berikut ini. Komunikasi sesungguhnya terjadi dalam suatu konteks kehidupan yang dinamis, dalam suatu konteks budaya. Dalam komunikasi yang sesungguhnya, ketika melakukan proses encoding si pengirim berada dalam suatu konteks yang berupa ruang, waktu, peran, serta konteks budaya yang menj adi latar belakang pengirim dan penerima Keberhasilan suatu komunikasi sangat bergantung kepada proses encoding dan decoding yang sesuai dengan konteks komunikasi. Seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai pengirim pesan, dalam proses encoding ia terampil memilih bentuk-bentuk bahasa yang tepat, sesuai dengan konteks komunikasi. Kemudian, ia dapat dikatakan memiliki keterampilan berbahasa dalam posisi sebagai penerima pesan, dalam proses decoding ia mampu mengubah bentuk-bentuk bahasa yang diterimanya dalam suatu k-onteks komunikasi menjadi pesan yang utuh, yang sama dengan yang dimalcsudkan oleh si pengirim. Dengans icata lain, seseorang dikatakan memiliki keterampilan berbicara apabila yang bersangkutan terampil memilih bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, serta tekanan dan nada) secara tepat serta memformula.sikannya secara tepat pula guna menyampaikan pikiran, perasaan, gagasan, faicta, perbuatan dalam suatu konteks komunikasi. Kemudian, seseorang dikatalcan terampil mendengarkan (menyimak) apabila yang bersangkutan memiliki kemampuan menafsirkan makna dari bunyi-bunyi bahasa (berupa kata, kalimat, tekanan, dan nada) yang disampaikan pembicara dalam suatu konteks komunikasi. Selanjutnya, seseorang dikatakan memiliki keterampilan menulis bila yang bersangkutan dapat memilih bentuk-bentuk baha.sa tertulis (berupa kata, kalimat, paragrat) serta menggunakan retorika (organisasi tulisan) yang tepat guna mengutarakan pikiran, perasaan, gaga.san, fakta. Terakhir, seseorang dikatakan terampil membaca bila yang bersangk-utan dapat menafsirkan makna dan bentuk-bentuk bahasa tertulis (berupa kata, kalimat, paragraf, organisasi tulisan) yang dibacanya. B. MANFAAT KETERAMP1LAN BERBARASA Dapat dibayangkan apabila Idta tidak memilild kemampuan berbahasa. Kita tidak dapat mengungkapican pildran, tidak dapat mengekspresikan pera.saan, dan tidak dapat melaporkan fakta-fakta yang kita amati. Di pihak lain, kita tidak dapat memahami pikiran, perasaan, gagasan, dan falcta yang disampailcan oleh orang kepada kita. Jangankan tidak memiliki kemampuan, seperti yang dikemukakan di atas, kita pun akan mengalami kesulitan-kesulitan apabila keterampilan berbaha.sa yang kita miliki tergolong rendah. Sebagai guru, kita akan mengalami kesulitan dalam menyajikan materi pelajaran kepada para siswa bila keterampilan berbicara ritg kita miliki tidak memadai atau di pihak lain para siswa akan mengalami kesulitan menangkap pelajaran yang kita sampailcan secara lisan karena keterampilan berbicara yang kita miliki tidak memadai atau karena kemampuan siswa rendah dalam mendengarkan. Begitu juga pengetahuan dan kebudayaan tidak akan dapat disampaikan dengan sempurna, bahican tidak akan dapat diwariskan kepada generasi berikumya apabila kita tidak memiliki keterampilan menulis. Demikian juga sebaliknya, Idta tidak akan dapat memperoleh pengetahuan yang disampaikan para pakar apabila Idta tidak memiliki keterampilan membaca yang memadai. Banyak contoh lain yang menunjukkan betapa pentingnya keterampilan berbahasa dalam kehidupan. Bagi seorang manajer misalnya, keterampilan berbicara memegang peran penting. la hanya bisa mengelola karyawan di departemen atau organi.sasi yang dipimpinnya apabila ia memiliki keterampilan berbicara. Kepemimpinannya pun baru akan berha.sil bila didukung pula oleh keterampilan mendengarkan, membaca, dan juga menulis yang berkaitan dengan profesinya. Sebaliknya, jabatan sebagai seorang manajer tidak akan pernah dapat diraih apabila yang bersangkutan tidak dapat meyaldnkan otoritas yang berkaitan melalui keterampilannya berbicara dan menulis. Profesi-profesi di bidang hubungan masyarakat, pemasaranipenjualan, politik, hukum (jaksa, hakim, pengacara) adalah contoh-contoh bidang pekerjaan yang mensyaratkan dimilikinya keterampilan berbahasa, baik berbicara, menyimak, menulis, dan membaca Masih banyak lagi contoh lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu di sini yang menunjukkan betapa pentingmya keterampilan berbahasa harus dikuasai. KEGIATAN BELAJAR 2 Aspek-aspek Keterampilan Berbahasa Sehubungan dengan penggunaan bahasa, terdapat empat keterampilan 0.3 da.sar berbahasa, yaitu mendengarkan (menyimak), berbicara, membaca, dan menulis. Tabel berikut ini menyajikan keempat jenis keterampilan tersebut. A. MENDENGARBAN Mendengarkan adalah keterampilan memahami bahasa lisan yang bersifat reseptif. Dengan demikian, mendengarkan di sini berarti bukan sekadar mendengarkan bunyi-bunyi bahasa melainkan sekaligus memahaminya. Dalam bahasa pertama (bahasa ibu), kita memperoleh keterampilan mendengarkan melalui proses yang tidak kita sadari sehingga kita pun tidak menyadari begitu kompleksnya proses pemerolehan keterampilan mendengarkan tersebut. Berikut ini secara singkat disajikan deskripsi mengenai aspek-aspek yang terkait dalam upaya belajar memahami apa yang kita dengarkan dalam bahasa kedua. Ada dua jenis situasi dalam mendengarkan, yaitu situasi mendengarkan secara interaktif dan situasi mendengarkan secara noninteraktif. Mendengarkan secara interaktif terjadi dalam percalcapan tatap muka dan percakapan di telepon atau yang sejenis dengan itu. Dalam mendengarkan jenis ini kita secara bergantian melakukan aktivitas mendengarkan dan berbicara. Oleh karena itu, kita memiliki kesempatan untuk bertanya guna memperoleh penjelasan, meminta lawan bicara mengulang apa yang diucapkan olehnya atau mungkin memintanya berbicara agak lebih lambat. Kemudian, contoh situasi-situasi mendengarkan noninteraktif, yaitu mendengarkan radio, TV, film, kotbah atau mendengarkan dalam acara-acara seremonial. Dalam situasi mendengarkan noninterak-tif tersebut, kita tidak dapat meminta penjelasan dari pembicara, tidak bisa pembicara mengulangi apa yang diucapkan, dan tidak bisa meminta pembicaraan diperlambat. Berikut ini adalah keterampilan-keterampilan mikro yang terlibat ketika kita berupaya untuk memahami apa yang kita dengar, yaitu pendengar harus: 1. menyimpanhnengingat unsur bahasa yang didengar menggunakan daya ingat jangka pendek (short-term memoty); 2. berupaya membedakan bunyi-bunyi yang membedakan arti da1am bahasa target; 3. menyadari adanya bentuk-bentuk tekanan dan nada, warna suara dan intonasi; menyadari adanya reduksi bentuk-bentuk kata; 4. membedakan dan memahami arti kata-kata yang didengar; 5. mengenal bentuk-bentuk kata yang khusus (typti word-order patterns); 6. mendeteksi kata-kata kunci yang mengidentifikasikan topik dan gagasan; 7. menebak makna dari konteks; 8. mengenal kelas-kelas kata (grammatical word classes) 9. menyadari bentuk-bentuk dasar sintaksis; 10. mengenal perangkat-perangkat kohesif (recognize cohesive devices); 11. mendeteksi unsur-unsur kalimat seperti subjek, predikat, objek, preposisi, dan unsur-unsur lainnya (http:/lwww.siLorg/lingualinks). B. BERBICARA Kemudian, sehubungan dengan keterampilan berbicara secara garis besar ada tiga jenis situasi berbicara, yaitu interalcdf, sendinteraktif, dan noninteraktif. Situasi-situasi berbicara interaktif, misalnya percalcapan secara tatap muka dan berbicara lewat telepon yang memungkinkan adanya pergantian antara berbicara dan mendengarkan, dan juga memungkinkan kita meminta klarifikasi, pengulangan atau kita dapat meminta lawan bicara memperlambat tempo bicara dari lawan bicara. Kemudian, ada pula situasi berbicara yang semiinteraktif, misalnya dalam berpidato di hadapan umum secara langsung. Dalam situasi ini, audiens memang tidak dapat melakukan interupsi terhadap pembicaraan, namun pembicara dapat melihat reaksi pendengar da.ri ekspresi wajah dan bahasa tubuh mereka. Beberapa situasi berbicara dapat dikatakan betul-betul bersifat noninteraktif, misalnya berpidato melalui radio atau televisi. Berikut ini beberapa keterampilan mikro yang harus dimiliki dalam berbicara, di mana pembicara harus dapat: 1. mengucapkan bunyi-bunyi yang berbecia secara jelas sehingga pendengar dapat membedakannya; 2. menggunakan tekanan dan nada serta intonasi secara jelas dan tepat sehinaca pendengar dapat memahami apa yang diucapkan pembicara; 3. menggunakan bentuk-bentuk kata, urutan kata, serta pilihan kata yang tepat; 4. menggunakan register atau ragam bahasa yang sesuai terhadap situasi komunikasi, termasuk sesuai ditinjau dari hubungan antara pembicara dan pendengar; 5. berupaya agar kalimat-kalimat utama (the main sentence constituents) jelas bagi pendengar; 6. berupaya mengemukakan ide-ide atau informasi tambahan guna menjelaskan ide-ide utama; 7. berupaya agar wacana berpautan secara serasi sehingga pendengar mudah mengikuti pembicaraan (htipilwww.sitorg/lingualinks). C. MEMBACA Membaca adalah keterampilan reseptif bahasa tulis. Keterampilan membaca dapat dikembangkan secara tersendiri, terpisah dari keterampilan mendengarkan dan berbicara. Tetapi, pada masyarakat yang memiliki tradisi literasi yang telah berkembang, sering kali keterampilan membaca dikembangkan secara terintegrasi dengan keterampilan menyimak dan berbicara. Keterampilan-keterampilan mikro yang terkait dengan proses membaca yang hanis dimiliki pembicara adalah: 1. mengenal sistem tulisan yang digunakan; 2. mengenal kosakata; 3. menentukan kata-kata kunci yang mengidentitikasikan topik dan gagasan utama; 4. menentukan makna kata-kata, tennasuk kosakata split, dari konteks tertulis; 5. mengenal kelas kata gramatikal: kata benda, kata sifat, dan sebagainya; 6. menentukan konstituen-konstituen dalam kalimat, seperti subjek, predikat, objek, dan preposisi; 7. mengenal bentuk-bentuk dasar sintaksis; 8. merekonstruksi dan menyimpulkan situasi, tujuan-tujuan, dan partisipan; 9. menggunakan perangkat kohesif leksikal dan gramatikal guna menarik kesimpulan-kesimpulan; 10. menggunakan pengetahuan dan perangkat-perangkat kohesif leksikal dan g,ramatikal untuk memahami topik utama atau informasi utama; 11. membedakan ide utama dari detail-detail yang disajikan; 12. menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda, sepetti skisruning untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam (hup:/Avww.siLorffiginRuafinks) D. MENULIS Menulis adalah keterampilan produlctif dengan menggunakan tulisan. Menulis dapat dikatakan suatu keterampilan berbahasa yang paling rumit di antara jenis-jenis keterampilan berbahasa lainnya. Ini karena menulis bukanlah sekadar menyalin kata-kata dan kalimat-kalimat; melainkan juga mengembangkan dan menuangkan pikiran-pikiran dalam suatu struktur tulisan yang teratur. Berikut ini keterampilan-keterampilan mikro yang diperlukan dalam menulis, di mana penulis perlu untuk: 1. menggunakan ortografi dengan benar, termasuk di sini penggunaan ejaan; 2. memilih kata yang tepat; 3. menggunakan bentuk kata dengan benar; 4. mengurutkan kata-kata dengan benar; 5. menggunakan strulctur kalimat yang tepat dan jela.s bagi pembaca; 6. memilih genre tulisan yang tepat, sesuai dengan pembaca yang dituju; 7. mengupayakan ide-ide atau informasi utama didukung secara jelas oleh ide-ide atau informa.si tambahan; 8. mengupayakan, terciptanya paragraf, dan keseluruhan tulisan koheren sehingga pembaca mudah mengikuti jalan pikiran atau informasi yang disajikan; 9. membuat dugaan seberapa banyak pengetahuan yang dimiliki oleh pembaca sasaran mengenai subjek yang ditulis dan membuat asumsi mengenai hal-hal yang belum mereka ketahui dan penting untuk ditulis (http://www.siLorRAimudinks). 10. menggunakan pengetahuan dan perangkat-perangkat kohesif leksikal dan g,ramatikal untuk memahami topik utama atau informasi utama; 11. membedakan ide utama dari detail-detail yang disajikan; 12. menggunakan strategi membaca yang berbeda terhadap tujuan-tujuan membaca yang berbeda, sepetti skisruning untuk mencari ide-ide utama atau melakukan studi secara mendalam (hup:/Avww.siLorffiginRuafink KEGIATAN BELAJAR 3 Keterkaitan Antaraspek Keterampilan Berbahasa Secara sederhana kita dapat mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut ini. Mungkinkah kita melakukan aktivita.s mendengarkan tanpa ada yang berbicara? Mungkinkah kita melakukan aktivitas membaca tanpa ada yang menulis? Apakah pengalaman kita dalam menyimak dapat membantu kita dalam melakukan aktivitas berbicara dan pengalaman membaca dapat membantu kita dalam menulis? Dalam upaya menjawab pertanyaan-pertanyaan sederhana itu, perlu kita perhatikan hubungan antara jenis-jenis keterampilan berbahasa berikut ini. A. HUBUNGAN BERBICARA DENGAN IVIENDENGARKAN Menurut Brooks dalam Tarigan (1994:3), berbicara dan mendengarkan merupakan Kegiatan Komunikasi 2 arah yang langsung. Apabila kita amati peristiwa-peristiwa komunikasi yang terjadi dalam masyarakat, peniyataan Brooks itu benar untuk peristiwa komunikASIi dalam situasi interaktif, seperti diagram berikut ini. Misalnya, komunikasi yang terjadi antarteman, antara pembeli dan penjual atau dalam suatu disku.si kelompok. Dalam hal ini, A berbicara dan B mendengarkan. Setelah itu giliran B berbicara dan A mendengarkan. Namun, ada pula dalam suatu konteks komunikasi itu terjadi dalam situasi noninteraktif, yaitu satu pihak saja yang berbicara dan pihak lain hanya mendengarkan. Agar lebih jelas, situasi komunikasi tersebut digambarkan dalam diagram berikut Komunikas,i seperti dalam Gambar 1.5, misalnya berupa kotbah di masjid, pidato dalam suatu acara perayaan atau berbicara dalam suatu acara siaran berita televisi. Di sini, hanya satu pihak yang berbicara. Pihak lain hanya mendengarkan. Dawson dalam Tarigan (1994:3) menjelaskan hubungan antara berbicara dan mendengarkan, seperti berikut. 1. Ujaran biasanya dipelajari melalui mendengarkan dan meniru. Dengan demikian, materi yang didengarkan dan direkam dalam ingatan berpengaruh terhadap kecakapan berbicara seseorae 2. Ujaran seseorang mencerminkan pemakaian bahasa di lingkungan keluarga dan masyarakat tempatnya hidup, misalnya dalam penggunaan intonasi, kosakata, dan pola-pola kalimat. 3. Upaya yang dilakukan untuk meningkatkan kemampuan mendengarkan berarti pula membantu meningkatkan kualitas berbicara. 4. Bunyi suara yang didengar merupakan faktor penting yang berpengaruh terhadap kemampuan berbicara seseorang (terutama anak-anak). Oleh karena itu, suara dan materi yang berkualitas baik yang didengar dari seorang guru, rekaman-rekaman atau cerita-cerita yang bernilai tinggi sangat membantu anak atau seseorang yang sedang belajar berbicara. Guna melengkapi pembicaraan kita mengenai hubungan antara berbicara dan mendengarkan, berikut ini dipaparkan diagram hubungan tersebut menurut Tarigan (1994:4) dengan beberapa modifikasi. B. HUBUNGAN MENDENGARKAN DENGAN MEMBACA Seperti telah disinggung pada bagian terdahulu, mendengarkan dan membaca sama-sama merupakan keterampilan berbahasa yang bersifat reseptif. Mendengarkan berkaitan dengan penggunaan bahasa ragam lisan, sedangkan membaca merupakan aktivitas berbahasa ragam tulis. Ini sejalan dengan penjelasan yang dikemukakan oleh Tarigan (1994:4) melalui diagram berikut ini. Gambar 1.7 Diagram Hubungan Mendengarkan dan Membaca Dalam Gambar 1.7, bukan hanya menggambarkan hubungan antara mendengarkan dan membaca, melainkan juga memperlihatkan kaitan antara menyi mak dan berbicara serta membaca dan menulis. Sehubungan dengan kaitan antara mendengarkan dan membaca ini, Subyakto Nababan (1993:153) menjelaslcannya dalam diagram sebagai berikut. Melalui diagram di atas tampak jelas bahwa baik mendengarkan maupun membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif. Perbedaannya hanya pada objek yang menjadi fokus perhatian awal yang menjadi stimulus. Pada mendengarkan fokus perhatian (stimulus) berupa suara (bunyi-bunyi), sedangkan pada membaca adalah tulisan. Kemudian, baik penyimak maupun pembaca melakukan aktivitas pengidentifikasian terhadap unsur-unsur bahasa yang berupa suara (dalam mendengarkan) maupun berupa tulisan (dalam membaca), yang selanjutnya diikuti dengan proses decoding guna memperoleh pesan yang berupa konsep, ide atau informasi. Apabila ditinjau dan sudut pemerolehan atau belajar bahasa, aktivitas membaca dapat membantu seseorang memperoleh kosakata yang berguna bagi pengembangan kemampuan mendengarkan pada tahap berikutnya. Jadi, pengenalan terhadap kosakata baru pada aktivitas membaca akan dapat meningkatkan kemampuan mendengarkan pada tahap berikutnya melalui pro.ses pengenalan kembali terhadap kosakata tersebut (hnp://www.siLorgAingualimks). Sehubungan dengan proses pembelajaran bahasa, Tarigan (1994:4-5) menyatakan bahwa mendengarkan pun merupakan falctor penting dalam belajar membaca secara efektif. Petunjuk-petunjuk mengenai strategi membaca sering disampaikan guru di kelas dengan menggunakan bahasa lisan. Untuk itu, kemampuan murid dalam mendengarkan dengan pemahaman sangat penting. Dari uraian di atas, Idta dapat mengajukan hipotesis bahwa terdapat korelasi yang tinggi antara kemampuan mendengarkan dan membaca pada kelas-kelas yang relatif tinggi. Apabila terdapat peningkatan pada kemampuan yang satu maka akan diikuti dengan peningkatan pada kemampuan yang lain (Tarigan, 1994:5). C. HUBUNGAN MEMBACA DENGAN MENULIS Telah dikemukakan pada bagian terdahulu bahwa baik membaca maupun menulis merupakan aktifitas berbahasa ragam tulis. Menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produktif, sedangkan membaca merupakan kegiatan berbahasa yang bersifat reseptif. Seseorang menulis guna menyampaikan gagasan, perasaan atau informasi dalam bentuk tulisan. Sebaliknya, seseorang membaca guna memahami gagasan, perasaan atau informasi yang disajikan dalam bentuk tulisan tersebut. Dalam menulis, seseorang harus melalui tahap-tahap perencanaan, penulisan, dan revisi. Dalam melakukan perencanaan sering kali penulis melakukan aktivitas membaca yang ekstensif dan intensif guna menelusuri informasi, konsep-konsep atau gagasan-gagasan yang akan dijadikan bagian dari bahan tulisannya. Kemudian, dalam proses penulisan si penulis sering melakukan revisi-revisi dengan cara membaca, lalu menulis kembali secara berulang-ulang. Jadi, tampak jelas bahwa kemampuan membaca penting sekali bagi proses menulis (Wray, 1994:96-97). Sebaliknya pula, dalam kegiatan membaca pemahaman sering kali kita harus menulis catatan-catatan, bagan, rangkuman, dan komentar mengenai isi bacaan guna menunjang pemahaman kita terhadap isi bacaan, bahkan kadang-kadang kita merasa perlu untuk menulis laporan mengenai isi bacaan guna berbagi informasi kepada pembaca lain atau justru sekadar memperkuat pemahaman kita mengenai isi bacaan. Selain itu, mungkin pula kita terdorong untuk menulis resensi atau kritik terhadap suatu tulisan yang telah kita baca. Jadi, tampak begitu erat kaitan antara aktifitas membaca dan menulis dalam kegiatan berbaha. D. HUBUNGAN MENULIS DENGAN BERBICARA Anda tentu sering menghadiri acara seminar, bahkan mungkin pernah menjadi pemakalahnya. Seorang pembicara dalam seminar biasanya diminta menulis sebuah makalah terlebih dulu. Kemudian, yang bersangkutan diminta menyajikan makalah itu secara lisan dalam suatu forum. Selanjulnya, peserta seminar akan menanggapi isi pembicaraan si pemalcalah. Dalam berpidato pun (salah satu jenis aktivitas berbicara) seseorang dituntut membuat perencanaan dalam bentuk tulisan. Untuk pidato-pidato yang tidak terlalu resmi mungkin si pembicara cukup menulis secara singkat pokok-pokok yang akan dibicarakan sebagai persiapan. Dalam suatu pidato resmi (misalnya pidato kenegaraan), pembicara dituntut menulis naskah pidatonya secara lengkap. Dalam kedua jenis aktivitas berbicara yang dikemukakan di atas tampak jelas keterkaitan menulis dan berbicara. Kegiatan menulis harus dilakukan guna mendukung aktivitas berbicara, bahkan dalam suatu seminar, keempat keterampilan dilibatkan secara bergantian. Subyakto-Nababan (1993:153) dan Tarigan (1994:10) menjelaskan bahwa baik berbicara maupun menulis adalah kegiatan berbahasa yang bersifat produlctif. Berbicara merupakan kegiatan berbahasa ragam lisan, sedangkan menulis adalah kegiatan berbahasa ragam tulis. Kemudian, kegiatan menulis pada umumnya merupakan kegiatan berbahasa tak langsung, sedangkan berbicara pada umumnya bersifat langsung. Ini berarti ada kegiatan menulis yang bersifat langsung, misalnya komunikasi tulis dengan menggunakan telepon seluler (sms) dan dengan menggunakan intemet (chatting). Sebaliknya, ada pula kegiatan berbicara secara tidak langsung, misalnya melalui pengiriman pesan suara melalui telepon seluler. Subyakto-Nababan (1993:153) berupaya menjelaskan kaitan antara menulis dan berbicara dengan menggunakan gambar diagram berikut KEGIATAN BELAJAR 1 Kemampuan Menyimak Tingkat Dasar menyimak atau dalam kurikulum sekolah digunakan istilah mendengarkan, dalam kehidupan sehari-hari merupakan suatu kegiatan berbaha.sa yang sangat penting karena melalui menyimak kita dapat memperoleh informasi untuk menambah wawasan pengetahuan dan pengalaman tentang kehidupan. Begitu juga di sekolah, menyimak mempunyai peranan penting karena dengan menyimak siswa dapat menambah ilmu, menerima dan menghargai pendapat orang lain. Oleh sebab itu, untuk memperoleh kemampuan menyimak diperlukan latihan-latihan yang intensif. Pada dasarnya pengembangan keterampilan menyimak itu dapat dibedakan atas empat tataran pokok sebagai berikut (Soedjiatno, 1983:18). 1. Tataran identifikasi. 2. Tataran identifikasi dan seleksi tanpa retensi. 3. Tataran identifikasi dengan seleksi terpimpin dan retensi jangka pendek. 4. Tataran identifikasi dengan seleksi retensi jangka panjang. Tataran identifikasi tidak lain adalah tahap pengenalan. Tahap ini akan melibatkan kita untuk mulai terampil mengenal berbagai jenis bunyi suatu bahasa, kata-kata, frase-frase, kalimat dalam hubungan timbal balik antarstuktur, baik atas pertimbangan waktu, modifikasi, bahkan juga logika. Tahap ini banyak melibatkan penyimak untuk segera mengenal elemen-elemen kebahasaan dan maknanya yang mungkin dipengaruhi oleh adanya elemen-elemen bunyi suprasegmental, yaitu intonasi, jeda, nada, dan tekanan. Menyimak pada tataran ini disebut juga dengan istilah menyimak bahasa. Tataran identifikasi dan seleksi tanpa retensi adalah tataran menyimak di mana penyimak diharapkan memperoleh kemampuan mengenal dan memahami sesuatu unit kontinum bunyi/ujaran, tetapi belum dituntut adanya kemampuan retensi (kemampuan mencamkan, menyimpan, dan memproduksikan) hasil pemahaman tersebut. Pada tataran ini penyimak hanya dituntut mampu mengenal, memahami maksud tuturan, belum dituntut adanya kemampuan mengingat-ingat. Tataran identifikasi dengan seleksi terpimpin dan retensi jangka pendek adalah tataran menyimak yang menuntut penyimak untuk mengenal bunyi – bunyi dan kemampuan memahami, tetapi masih dalam taraf terpimpin. Misalnya, dengan memberikan daftar pertanyaan terlebih dahulu kepada penyimak supaya dapat dipelajari sebelum bahan simakan diberikan. Kemampuan mengingat-ingatnya pun masih dalam jangka waktu yang begitu pendek, misalnya bahan simakan masih dapat diulang sampai maksimal 3 kali agar penyimak selain mampu mengidentifikasi bunyi, memahami pesan, juga mendapat kesempatan mengingat-ingat mencocokkan dalam waktu yang cepat mana-mana jawaban yang tepat dan mana yang tidak. Tataran identifikasi„seleksi, dan retensi janggka panjang adalah taraf menyimak yang menuntut penyimak untuk mampu mengenal bunyi-bunyi dalam kontinum bunyi yang panjang, mampu memahami makna pesan secara tepat, dengan kemampuan mengingat dalam jangka waktu yang relatif lama. Tuntutan pada penyimak pada fase ini ialah penyimak mampu menyimak kontinum wacana yang panjang; baik ragam bacaan, cerita-cerita menarik, berita surat kabar, percakapan-percakapan panjang, ujaran-ujaran ekspresif, percakaapan lewat telepon, puisi, drama rekaman, dan sebagainya. A. MENYIMAK BAHASA Menyimak merupakan proses berbahasa yang paling misterius (Lundsteen dalam Tompkins dan Hosskinson, 1991). Proses menyimak merupakan proses interaktif yang mengubah bahasa lisan menjadi makna dalam pikiran. Dengan demikian, menyimak tidak sekadar mendengarkan. Mendengar merupakan komponen inta1 dalam menyimak. Kegiatan berpikir atau menangkap makna dari apa yang didengar merupakan bagian dari proses menyimak. Faris (1993:154) meng,uraikan proses menyimak atas 3 tahapan. Pertama, menerima masukan auditori (auditory input). Penyimak menerima pesan lisan. Mendengar pesan saja tidalc menjamin berlangsungnya pemahaman. Kedua, memperhatikan masukan auditori. Penyimak berkonsentrasi (secara fisik dan mental) pada apa yang disajikan penutur. Ketiga, menafsirkan dan berinteraksi dengan masulcan auditori. Penyimak tidak sekadar mengumpulkan dan menyimpan pesan, tetapi juga mengkla.sifikasi, membandingkan, dan menghubungkan pesan dengan pengetahuan awal (previous knowledge). Penyimak juga menggunakan strategi prediksi-konfirmasi secara cepat. Urutan dalam proses menyimak secara sederhana dapat diikhtisarkan sebagai berikut. Kita mulai dengan menyerap renteran bunyi bahasa melalui telinga. Rentetan bunyi bahasa tersebut (melalui syaraf sentrifugal) diteruskan menuju otak pada bagian yang disebut "perangkat ingatan pendek" untuk diproses dan dianalisis. Alat itu ialah pengetahuan bahasa dan pengetahuan budayanya. Apabila pemrosesan atas rentetan bunyi bahasa (bunyi, kosakata, struktur) berhasil, berarti penyimak "mengerti" atau "paham" akan makna pesan atau isi informasi yang terkandung dalam rentetan bunyi bahasa tersebut. Selanjutnya "isi informasi" atau "pesan" tadi "disimpan" dalam bagian otak yang lain yang disebut perangkat ingatan jangka panjang. Oleh karena itu, yang disimpan itu bukan lagi rentetan bunyi bahasa atau lambang bahasa mentah, melainkan lambang bahasa yang telah terproses menjadi konsep (Clark dan Clark, 1977:133-179). Seseorang yang sedang belajar bahasa akan memperlihatkan berbagai taraf perkembangan pemahaman berbahasa. Pada kontak pertama dengan ujaran bahasa, yang masuk ke telinga mereka adalah suatu aliran bunyi gemuruh yang tidak berbeda. Lama-kelamaan, secara berangsur-angsur dia akan merasakan adanya berbagai urutan bunyi, ada keteraturan naik turunnya bunyi, dan ada pula kelompok-kelompok bunyi atas dasar hembusan napas. Kemudian, seseorang itu dapat menyadari adanya beberargabungan fakta bahasa yang dikenal secara arbitrer, misalnya kosakata, kelompok kata kerja, dan pernyataan-pernyataan yang sederhana. Seseorang, kemudian dapat membedakan adanya fonem-fonem, dan pola-pola kalimat. Kalimat-kalimat tersebut berulang-ulang dan akhirnya memberikan bentuk-bentuk penggalan bicara. Sampai di sini belum tergolong sebagai pemahaman yang memerlukan seleksi. Selanjutnya, dia akan memperlihatkan terus adanya taraf pengenalan elemen-elemen penting dari sejumlah tuturan, tetapi ia belum sanggup mengenal adanya hubungan keseluruhan aliran bunyi tersebut. Ini juga bukan taraf pemahaman sepenuhnya. Hanya dengan banyak latihan sajalah seseorang akhirnya dapat menundukkan kesulitan-kesulitan yang dihadapi. Apabila seseorang mendengarkan banyak tuturan, akhirnya akan diperoleh kemudahan-kemudahan dalam mengenal elemen-elemen penting dalam menentukan pemahaman suatu pesan. Keterampilan mengidentifikasi dan menyeleksi rentetan bunyi bahasa dalam proses menyimak bahasa itu dapat diperinci atas beberapa kemampuan sebagai berikut. I. Kemampuan mengidentifikasi dan menyeleksi gejala-gejala fonetik, baik yang berupa nada, tekanan, persendian, maupun intonasi pada umumnya. Demikian juga mengidentifikasi dan menyeleksi bunyi-bunyi segmental suatu bahasa yang dipelajari. 2. Kemampuan mengenal, membedakan, menerapkan kosakata sesuai dengan makna dan konteksnya yang tepat. 3. Kemampuan mengenal, membedakan, dan menerapkan struktur tata bahasa sesuai dengan maknanya yang tepat termasuk juga struktur frase dan idiom-idiom yang ada. (Soedjiatno, 1983:6). B. STRATEGI MENTIMAK BABASA Untuk menyimak bahasa, kita dapat menggunakan dua strategi, yaitu memusatkan perhatian dan membuat catatan. 1. Memusatkan Perhatian Agar kita dapat menyimak bahasa dengan baik, kita harus memusatkan perhatian kita pada tuturan pembicara. Penutur atau pembicara biasanya menggunakan isyarat visual dan verbal untuk menyampaikan pesan dan mengarahkan perhatian penyimak. Isyarat visual meliputi gerak tubuh (gesture), tulisan atau kerangka iRkrmasi penting, dan perubahan ekspresi wajah (mimik). Isyarat verbal Miputi perhentian, naik-turunnya suara, lambatnya pengucapan butir-butir penting, dan pengulangan informasi penting. Banyak di antara kita yang tidak menyadari isyarat-isyarat tersebut sebagai perilaku pengatur perhatian. Oleh karena itu, kita harus memperhatikan isyarat penutur itu untuk mempertajam perhatian kita. 2. Membuat Catatan Membuat catatan dapat membantu aktivitas menyimalc karena mendorong berkonsentrasi, menyediakan bahan-bahan untuk mereviu, dan dapat membantu mengingat-ingat. Akan tetapi, membuat catatan sudah memerlukan konsentrasi. Hal ini berarti mengganggu proses menyimak sendiri. Agar membuat catatan sewaktu menyimak tidak mengganggu konsentrasi, sebaiknya saran-saran berikut ini dipertimbangkan. a. Catatan bersifat sederhana Catatan yang kecil-kecil dan panjang tidaklah praktis karena yang dapat kita tangkap dari informasi lisan bukanlah Icalimat utuh, tetapi ide-ide pokok yang berupa frase-frase atau kalimat pendek. Oleh karena itu, da1am membuat catatan sebaiknya kita gunakan bentuk kerangka (oudine). Yang kita catat adalah ide-ide pokok atau informasi yang kita anggap penting, ide-ide yang menonjol, materi-materi yang falctual. b. Catatan menggunakan singkatan-singkatan dan simbol-simbol Steno dan tulisan cepat sangat membantu penyimak dalam membuat catatan. Jika kita tidak memahami sistem ini pilihlah singkatan-singkatan atau simbol-simbol yang Anda pahami dengan baik. c. Catatan harus jelas Meskipun catatan kita tulis secara cepat, namun faktor kejelasan harus dinomorsatukan agar kita tidak kesulitan jika membaca ulang tulisan tersebut. Kejelasan itu minimal untuk diri kita sendiri. C. LATIHAN MEMBEDAKAN FONEM DALAM KONTEKS Sebagai seorang (calon) guru, kita harus memiliki keterampilan menyimak yang memadai sebelum kita mangajarkan keterampilan menyimak. Agar kita menjadi penyimak yang baik, tentu kita harus banyak berlatih. Berikut ini adalah model-model latihan menyimak bahasa. Anda sudah siap untuk berlatih menyimak? Bila sudah putarlah kaset rekaman yang berisi kalimat-kalimat yang di dalamnya mengandung kata-kata yang berbeda arti karena perbedaan fonem. E. MENYMAK INTEROGATIF Menyimak interogatif (interrogative listening) adalah kegiatan menyimak intensif yang menuntut konsentrasi dan seleksi. Dalam kegiatan menyimak interogatif, penyimak mengarahkan perhatianya pada pemerolehan informasi dengan cara menginterogasi atau menanyai pembicara, dalam hal ini dapat disebut sebagai narasumber. Melalui pertanyaan-pertanyaannya, penyimak mengharapkan dapat memperoleh informasi atau pengetahuan sebanyak mungkin dari segala aspek pembicaraan. Informasi yang diharapkan penyimak dapat mencakup apa, siapa, mengapa, di mana, ke mana, untuk apa, benarkah, dan sebagainya.

Template by:

Free Blog Templates